Rabu, 09 Desember 2020

Pusat Keagamaan : Masjid Agung Sumedang

Photo by bukanaktris

Sejarah Masjid Agung Sumedang

Seperti kebanyakan masjid Agung di daerah lainnya, Masjid Agung Sumedang berada di dekat Alun-alun. Tepatnya di sebelah barat Alun-alun Sumedang. Masjid Agung Sumedang merupakan salah satu masjid yang cukup lama berdiri di Kabupaten Sumedang. Menurut cerita yang beredar secara lisan, Masjid Agung Sumedang dibangun sejak tahun 1850 Masehi.

Manurut cerita tersebut, pembangunan Masjid Agung Sumedang tidak lepas dari peran serta etnis Tionghoa yang datang ke Sumedang. Etnis Tionghoa yang pada waktu itu baru datang ke wilayang Sumedang ikut serta dalam pembangunan Masjid Agung ini. Pembangunan Masjid ini sendiri merupakan gagasan dari bupati Sumedang, Pangeran Sugih atau Pangeran Soeria Koesoemah Adinata yang menjabat dari tahun 1836 sampai tahun 1882.

Karena adanya peran serta Etnis Tionghoa, bentuk bangunan Masjidnya dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Sehingga ada perpaduan antara arsitektur Islam dengan arsitektur Tionghoa. Hal ini bisa dilihat dari bentuk atap Masjid yang bersusun tiga, mirip bangunan pagoda, kelenteng atau vihara. Atapnya disusun makin ke atas makin kecil. Tingkatan paling atas berbentuk limas yang disebut mamale. Di bagian bagian puncaknya bertengger sebuah benda yang disebut mustaka. Bentuknya menyerupai mahkota raja-raja di masa lampau. Sampai saat ini, walau telah mengalami renovasi pada tahun 2004 yang menelan biaya Rp 4,2 milyar, bentuk bangunanannya tidak banyak berubah.

Sementara, bentuk mimbarnya sangat antik dan dibiarkan berdiri dalam bentuk aslinya, dengan empat tiang yang dicat keemasan dan bangunan kecil dengan atap limas. Tempat khatib berdiri dibuat dengan empat trap sebagai tangga dan tempat duduknya seperti singgasana kerajaan. Untuk tombak yang suka dipegang oleh muraqi dan khatib masih utuh terbuat dari kayu jati dan berumur satu abad lebih (sekitar 120 tahun).

Ciri khas yang paling menonjol pada bangunan Masjid Agung Sumedang adalah banyaknya tiang penyangga. Tiang penyangga ini hanya dibuat dari susunan bata yang dibulatkan dengan ukuran besar. Terdapat 166 tiang, yang terdiri atas tiang utama bagian dalam sebanyak 14 buah dengan diameter 100 cm dan tiang utama bagian luar sebanyak 106 buah dengan diameter 60 cm.

Dilihat dan segi artistik, tiang-tiang tersebut jadi ciri khas kearsitekan masjid kuno dan antik bergaya abad ke-19.

Bagian atas kusen pintu dan jendelanya penuh dengan hiasan ukiran kayu yang konon menorehkan citra ukiran model Cina. Pada bagian mimbar juga terdapat sebuah properti yang penuh dengan ukiran bergaya Cina.

Pada bangunan bagian dalam terdapat ventilasi berupa jendela dan pintu yang berbeda ventilasi dengan bangunan modern, sedangkan emperan depan dan pinggir tidak memakai dinding atau tembok.

Jumlah jendela di bangunan dalam terdapat 20 buah dengan tinggi empat meter dan lebar satu setengah meter, terbuat dari kayu jati dengan jumlah pintu utama sebanyak tiga buah.

Sumber : simas.kemenag.go.id

Di bagian dalam masjid terdapat bangunan seperti singgasana raja, dimana tempat berteduhnya sang raja yang berlokasi di bagian imam atau mihrab. Di beberapa sudut bangunan terdapat ukiran-ukiran bertulisdkan huruf Arab yang sarat akan makna sejarah

Keunikan lain dari masjid agung Sumedang ini, yakni situs bernama lingga. Dahulunya, lingga digunakan sebagai tempat untuk menyimpan aneka persenjataan perang, seperti tombang, pedang, keris, dan tameng.

Situs ini bertuliskan bahasa sansekerta yang berisi amanah bagi manusia untuk saling menjaga dan melindungi satu sama lainnya.

Persenjataan perang yang sengaja diletakan di dekat masjid ini dimaksudkan untuk mempermudah prajurit jika secara mendadak harus membawa senjata padahal mereka dalam keadaan salat, kkarena khawatir serangan musuh.

H. Endang Hasanudin, Ketua DKM Masjid Agung Sumedang menuturkan, masjid ini termasuk masjid bersejarah. Masjid sendiri bernuansa China. Sementara itu sejarah dari kubahnya sendiri itu disebut mastaka atau yang biasa disebut dengan mahkota.

“Masjid pertama di Sumedang ini sengaja dibangun di tengah-tengah Alun-alun Sumedang, di sebelah kanan masjid dulunya merupakan lokasi kerajaan Sumedang yang kini menjadi Gedung Bupati dan Museum,” katanya kepada Notif di Sumedang, Senin 13 Mei 2019.

Sejak dahulu pula, di bagian depan masjid ada lembaga pemasyarakatan.

“Suara azan dari masjid dimaksudkan untuk mengingatkan para tahanan untuk hidup di jalan yang benar setelah keluar dari penjara,” kata dia.

Masjid Agung Sumedang pun menjadi kebanggan dan warisan budaya yang terus dijaga dengan baik oleh masyarakat Sumedang.

Sumber : notif.id

Potret Masjid Agung Sumedang dari masa ke masa






Photo by gilarsundara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teknologi Perkantoran : Kendaraan

Setiap perusahaan dan perkantoran tentu membutuhkan kendaraan operasional. Untuk kebutuhan kendaraan operasional level manajemen, karyawa...